Sabtu, 28 Mei 2022

Apa itu Kurikulum?


Laporan Bacaan KURIKULUM

 

Nama

: Herni Arinda Putri

Nim   

: 12001239

Fakultas/Prodi

: Tarbiyah Dan Ilmu keguruan/Pendidikan Agama Islam

 

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Blogger

Hai haii, Bagaimana kabar kalian pada hari ini? Ku harap baik-baik saja ya dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin ya rabbal a'alamin.

Baiklah kali ini aku akan melanjutkan pembahasanku pada blog  lebih tepatnya laporan baca sih sahabat hehe... Pada kali ini aku akan membahas KURIKULUM, Apakah kalian tau Kurikulum itu seperti apa? Yuk sahabat di simak pembahasanku dibawah ini....



Kurikulum yaitu suatu rencana pendidikan yang memberikan pedoman dan pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta proses pendidikan. Kurikulum mempunyai kedudukan sentral dalam seluruh proses pendidikan, yang mana kurikulum mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Kurikulum juga merupakan suatu bidang studi, yang ditekuni oleh para ahli atau spesialis kurikulum, yang menjadi sumber konsep-konsep atau memberikan landasan-landasan teoritis bagi pengembangan kurikulum dalam berbagai institusi pendidikan.

Dan selain itu, kurikulum juga merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum ini disusun oleh para ahli pendidikan/ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Nah, rancangan kurikulum ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan dalam proses pembimbingan perkembangan siswa untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh siswa sendiri, keluarga, maupun masyarakat.

Kurikulum terbagi menjadi tiga konsep yaitu:

·        Konsep Pertama, kurikulum sebagai suatu substansid merupakan Suatu kurikulum dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal, dan evaluasi. Selain itu, suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis atau sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu suatu sekolah atau suatu kabupaten, provinsi, maupun seluruh negara.

·        Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem yaitu Kurikulum sebagai suatu sistem atau sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Nah, hasil dari suatu sistem kurikulum ini adalah tersusunnya suatu kurikulum dan fungsi dari sistem kurikulum tersebut adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

·        Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi merupakan Kurikulum sebagai suatu bidang studi yaitu bidang studi kurikulum Ini merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Yang mana tujuan kurikulum sebagai bidang studi ini adalah untuk mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum, dan merekalah yang mendalami bidang kurikulum dan mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian serta percobaan, hingga mereka menemukan hal-hal baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.

Kurikulum juga memiliki beberapa prinsip dan komponen. Yang mana, prinsip kurikulum ini dibagi menjadi 2 yaitu prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum kurikulum ada 5 :

·        Pertama, prinsip relevansi.

Ada dua macam relevansi yang harus dimiliki kurikulum, yaitu relevansi ke luar dan relevansi di dalam kurikulum itu sendiri. Relevansi ke luar maksudnya seperti tujuan, isi, dan proses belajar yang tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan, dan perkembangan masyarakat. Selain itu, kurikulum juga harus menyiapkan siswa untuk bisa hidup dan bekerja dalam masyarakat. Apa yang tertuang dalam kurikulum hendaknya mempersiapkan siswa untuk tugas tersebut. Kurikulum bukan hanya menyiapkan anak untuk kehidupannya sekarang tetapi juga yang akan datang. Nah, kurikulum juga harus memiliki relevansi di dalam yaitu ada kesesuaian atau konsistensi antara komponen-komponen kurikulum, yaitu antara tujuan, isi, proses penyimpanan, dan penilaian. Dan relevansi internal ini menunjukkan suatu keterpaduan kurikulum.

·        Kedua, prinsip fleksibilitas.

Kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, disini dan ditempat lain, serta bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Suatu kurikulum yang baik adalah kurikulum yang berisi hal-hal solid, tetapi dalam pelaksanaannya memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan kondisi daerah, waktu maupun kemampuan, dan latar belakang anak.

·        Ketiga, prinsip kontinuitas (kesinambungan).

Perkembangan dan proses anak berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau berhenti-henti. Oleh karena itu, pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum juga hendaknya berkesinambungan antara satu tingkat kelas dengan kelas lainnya, antara satu jenjang pendidikan dengan jenjang lainnya, juga antara jenjang pendidikan dengan pekerjaan. Pengembangan kurikulum perlu dilakukan serempak bersama-sama, perlu selalu ada komunikasi dan kerja sama antara para pengembang kurikulum sekolah dasar dengan SMTP, SMTA, dan Perguruan Tinggi.

·        Keempat, prinsip praktis.

Suatu kurikulum harus mudah dilaksanakan dan menggunakan alat-alat yang sederhana serta biayanya juga murah. Prinsip ini juga disebut dengan prinsip efisiensi. Betapapun bagus dan idealnya suatu kurikulum kalau menuntut keahlian-keahlian dan peralatan yang sangat khusus dan mahal pula biayanya, maka kurikulum tersebut tidak praktis dan sukar dilaksanakan. Kurikulum dan pendidikan selalu dilaksanakan dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan waktu, biaya, alat, maupun personalia. Kurikulum bukan hanya harus ideal tetapi juga harus praktis.

·        Kelima, prinsip efektivitas.

Walaupun kurikulum tersebut harus murah dan sederhana, tetapi keberhasilannya tetap harus diperhatikan, dan keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini harus dilihat baik secara kuantitas maupun kualitas. Pengembangan suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dan merupakan penjabaran dari perencanaan pendidikan. Perencanaan di bidang pendidikan juga merupakan bagian yang dijabarkan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah di bidang pendidikan, dan keberhasilan kurikulum juga akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan

Sedangkan prinsip khusus kurikulum berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman belajar, dan penilaian.

Baiklah hanya segitu dulu yang dapat saya sampaikan kurang lebih nya mohon maaf, Terima Kasih sahabat yang telah mengunjungi blog pribadi ku🌼🌼

W assalamu’alaikum Wr.Wb

 

 

 

Sabtu, 21 Mei 2022

Karakteristik peserta didik di pondok pesantren

 

Nama : Herni Arinda Putri

Kelas : 4H PAI

Makul : Magang 1

Assalamu'alaikum sahabat... Baiklah kali ini aku akan menjelaskan kan atau memberi info tentang karakteristik peserta didik di pondok pesantren, ada yang tau? Yuk disimak pembahasan nya

Manfred Ziamek juga menyebutkan bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pesantrian berarti ”tempat santri”, selain itu masih ada beberapa pendapat tentang asal-muasal ”pesanten”. Prof. John berpendapat bahwa asal kata pesantren barasal dari terma ”santri” dari bahasa tamil yang berarti guru mengaji. Pedapat lain dikatakan C.C. Berg, terma santri berasal dari bahasa india ”sastri”yang berarti orang yang tahu buku-buku suci. Tetapi menurut Ranson, kata santri berasal dari terma ”sastiri” yang berarti orang yang tinggal disebuah rumah miskin atau bangunan keagamaan secara umum.

Sedangkan kata pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren. Istilah pondok mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa arab yang berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren Indonesia khususnya di pulau jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang di petak-petak dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri. Sebernarnya penggunaan gabungan kedua istilah secara integral yakni pondok dan pesantren menjadi pondok pesantren lebih mengakomodasi karakter keduanya.

Pada masa awal pembentukannya, pesantren telah tumbuh dan berkembang dengan tetap menyandang ciri-ciri tradisionalnya. Akan tetapi pada masa-masa berikutnya, pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam telah mengalami perkembangan bentuk sesuai dengan perubahan zaman, terutama sekali adanya dampak kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun bukan berarti perubahan pesantren tersebut telah menghilangkan keaslian dan kesejatian tradisi pesantren. Setelah melalui beberapa kurun masa petumbuhan dan perkembangannya, pesantren bertambah banyak jumlahnya dan tersebar di pelosok-pelosok tanah air. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren ini didukung oleh beberapa faktor sosial, kultur keagamaan yang kondusif sehingga eksistensi pesantren ini semakin kuat berakar dalam kehidupan dan kebudayaan masyarakat indonesia.

Seorang pendidik harus bisa menjadi fasilitator untuk membantu peserta didik mentransformasikan potensi yang dimiliki peserta didik menjadi berkemampuan serta berketrampilan yang berkembang dan bermanfaat bagi kemanusiaan. Selain itu, seorang pendidik juga harus mengetahui dan memahami karakteristik dan kebutuhan anak didik, mengetahui dan memahami berbagai hal yang berpengaruh terhadap perkembangan dan belajar. Anak didik atau pelajar merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar mengajar, karena tanpa adanya anak didik atau siswa pembelajaran tidak akan berlangsung. Setiap anak didik atau siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa itu meliputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, atau kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar.Keragaman dalam kecakapan dan kepribadian ini dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam proses belajar mengajar.

Pendidikan karakter dapat dipahami sebagai usaha untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensi dimilikinya dengan tujuan agar peserta didik tersebut menjadi pribadi bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan teknologi yang kesemuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan PancasilaPancasila. 

Memperhatikan materi, tujuan, dan fungsi pendidikan karakter di atas, pendidikan karakter sejatinya telah lama dilaksanakan oleh lembaga pendidikan keagamaan yang disebut pondok pesantren. Meskipun lembaga pendidikan ini tidak disinggung secara eksplisit oleh kementerian pendidikan nasional sebagai salah satu pelaksana pendidikan karakter di Indonesia. Pandangan bahwa pendidikan pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan yang telah lama mempraktikkan pendidikan karakter dalam sistem pendidikannya dapat dibuktikan melalui sistem pendidikannya yang menerapkan konsep pendidikan yang integral, sebuah sistem pendidikan yang tidak hanya menitikberatkan pada pembelajaran yang menuntut para peserta didik untuk memahami dan menguasai materi-materi ajar yang ada di pesantren, tapi juga bagaimana peserta didik dapat menerapkan pengetahuan yang didapatkan melalui proses pembelajaran itu dalam kehidupan keseharian mereka. Nilai-nilai kepesantren ditanamkan sejak pertama kali peserta didik masuk menjadi warga pesantren yang disebut santri. Penanaman nilai-nilai itu dilakukan baik melalui pembelajaran formal maupun melalui kehidupan sehari-hari di pesantren. Santri dilatih untuk hidup mandiri dengan melayani keperluan mereka sehari-hari, mereka juga dilatih untuk hidup sederhana dengan fasilitas pesantren yang serba terbatas. Relasi santri dengan guru adalah relasi ketaatan, begitu juga relasi santri dengan kiai sebagai pimpinan atau pengasuh pesantren.

Ada pandangan yang menyatakan bahwa karakter merupakan sekumpulan kondisi kejiwaan pada diri manusia yang diperolehnya secara kodrati. Karena itu, kondisi kejiwaan tersebut tidak bisa diubah. Dalam pandangan yang demikian, karakter merupakan tabiat seseorang yang bersifat tetap, menjadi ciri khas yang membedakan orang yang satu dengan yang lainnya. Pendidikan karakter merupakan proses penanaman nilai-nilai penting pada diri anak melalui serangkaian kegiatan pembelajaran dan pendampingan sehingga para siswa sebagai individu mampu memahami, mengalami, dan mengintegrasikan nilai yang ditanamkan dalam proses pendidikan yang dijalaninya ke dalam kepribadiannya. Pada mulanya, proses pendidikan karakter terjadi dalam institusi keluarga. Namun seiring dengan berkembangnya zaman, tidak semua keluarga memiliki perhatian yang memadai terhadap pendidikan karakter anak mereka. Banyak keluarga kemudian berharap kepada proses pendidkan karakter anak yang ada di institusi pendidikan semisal sekolah/madrasah.

Hendak mengetahui nilai-nilai yang dikembangan pesantren modern dalam membentuk karakter santrinya, di samping itu, tulisan ini juga hendak mengetahui strategi pendidikan karakter yang diterapkan oleh pesantren modern. Pesantren modern yang menjadi telaah kajian ini adalah Pondok Modern Gontor Ponorogo Jawa Timur. Pilihan terhadap pesantren Ini didasarkan pada kenyataan bahwa ia memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap model dan sistem pendidikan psesantren-pesantren modern lainnya di Indonesia. Apalagi, Gontor sendiri secara formal juga membuka cabang-cabang di berbagai wilayah di Indonesia. Artinya, tidak berlebihan kemudian jika pesantren ini dipilih untuk mewakili Sistem pendidikan pesantren modern.

Wa’alaikumussalamWr.Wb


Sabtu, 14 Mei 2022

Pendidik harus memahami karakteristik siswa nya

Laporan Bacaan Karakteristik Peserta Didik 5

 

Nama

: Herni Arinda Putri

Nim   

: 12001239

Fakultas/Prodi

: Tarbiyah Dan Ilmu keguruan/Pendidikan Agama Islam

 

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Blogger

Hai haii, Bagaimana kabar kalian pada hari ini? Ku harap baik-baik saja ya dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin ya rabbal a'alamin.

Yuk sahabat di simak pembahasanku dibawah ini....

Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas bangsa karenanya kemajuan bangsa dan kemajuan pendidikan merupakan suatu determinasi. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pembelajaran menjadi ujung tombak bagi terciptanya pendidikan yang berkualitas. Hanya dengan pembelajaran yang berkualitaslah suatu instansi dapat menghasilkan lulusan yang  berkualitas. Dalam tataran operasional, tenaga pendidik memiliki tugas dan tanggung jawab bagi terselenggaranya pembelajaran yang berkualitas. Untuk itu sangat penting bagi tenaga pendidik memiliki kompetensi dan standar kualifikasi pendidikan agar pembelajaran mencapai efektivitas dan efisiensinya. Perkembangan zaman telah membuat perkembangan dalam pendidikan terkait ilmu pengetahuan dan teknologi serta menciptakan persaingan global secara ketat.

Agar mampu berperan dalam persaingan global, maka sebagai bangsa kita perlu terus mengembangkan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan kenyataan yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses pembangunan, kalau tidak ingin bangsa ini kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi tersebut. Pendidikan di era global diharapkan mampu mengatasi permasalahan pendidikan terkait moral dan sosial masyarakat Indonesia, khususnya peserta didik. Pendidikan ini melahirkan konsep baru yaitu pendidikan abad 21 dimana pembelajaran ini memiliki perbedaan dengan pembelajaran di masa yang lalu.

Untuk mengembangkan pembelajaran abad 21, guru harus memulai satu langkah perubahan yaitu merubah pola pembelajaran tradisional yang berpusat pada guru menjadi pola pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student center). Banyak faktor penyebab kualitas pendidikan rendah, di antaranya kegiatan pembelajaran yang kurang tanggap terhadap kemajemukan individu dan lingkungan tempat siswa berada. Pembelajaran demikian kurang bermanfaat bagi siswa. Agar pembelajaran bermakna, perlu dirancang dan dikembangkan berdasarkan pada kondisi siswa sebagai subjek belajar dan komunitas budaya tempat siswa tinggal. Siswa adalah manusia yang memiliki sejarah, makhluk dengan ciri keunikannya (individuallitas). Pemahaman akan subjek belajar harus dimiliki oleh guru atau tenaga kependidikan lainnya untuk dijadikan pijakan dalam mengembangkan teori ataupun praksis-praksis pendidikan dan pembelajaran.

Menurut Vygotsky agar pembelajaran bermakna, perlu dirancang dan dikembangkan berpijak pada kondisi siswa sebagai subjek belajar serta komunitas sosial-kultural tempat siswa tinggal (Moll, 1994). Menurut Waidl (Admadi & Setiyaningsih, 2004), hal penting yang harus dipahami yang berkaitan dengan siswa atau peserta belajar sebagai individu bahwa siswa adalah manusia yang memiliki sejarah, makhluk dengan ciri keunikan (individualitas), selalu membutuhkan sosialisasi di antara mereka, memiliki hasrat untuk melakukan hubungan dengan alam sekitar, dan dengan kebebasannya mengolah pikir dan rasa akan pertemuannya dengan yang transendental. Pemahaman terhadap siswa sebagai subjek belajar inilah yang harus dijadikan pijakan dalam mengembangkan teori-teori maupun praksis-praksis pendidikan.

 Karakteristik peserta didik sangat penting untuk diketahui oleh pendidik, karena ini sangat penting untuk dijadikan acuan dalam merumuskan strategi pengajaran. Strategi pengajaran terdiri atas metode dan teknik atau prosedur yang menjamin siswa mencapai tujuan.. Strategi dan metode pembelajaran berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Menurut Kemp dalam Wina Senjaya (2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan. pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J.R.David , Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: 1) exposition-discovery learning dan 2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008). Persoalan yang terjadi saat ini adalah masih banyak pendidik yang masih belum dapat membedakan antara strategi pembelajaran dengan metode pembelajaran. Bahkan masih ada juga pendidik yang salah memperlakukan peserta didik karena kurang pahamnya dalam melihat karakteristik yang dimiliki peserta didik, sebab karakteristik peserta didik setiap tingkatannya berbeda-beda. Reigeluth (1983) sebagai seorang ilmuan pembelajaran, bahkan secara tegas menempatkan karakteristik siswa sebagai satu variabel yang paling berpengaruh dalam pengembangan strategi pengelolaan pembelajaran. Pakar pembelajaran seperti Banathy, Romiszowski, Dick dan Carey, Gagne dan Degeng, menempatkan langkah analisis karakteristik siswa pada posisi yang sangat penting sebelum langkah pemilihan dan pengembangan strategi pembelajaran.

Semua ini menunjukkan bahwa model pembelajaran apapun yang dikembangkan atau strategi apapun yang dipilih untuk keperluan pembelajaran haruslah berpijak pada karakteristik perseorangan atau kelompok dari siapa yang belajar. Untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang optimal, terlebih dahulu guru perlu mengetahui karakteristik siswa sebagai pijakannya. Degeng (1991:6) mengatakan bahwa karakteristik siswa adalah aspekaspek atau kualitas perseorangan siswa yang telah dimilikinya. Menganalisis karakteristik siswa dimaksudkan untuk mengetahui ciri-ciri perseorangan siswa. Hasil dari kegiatan ini akan berupa daftar yang memuat pengelompokkan karakteristik siswa, sebagai pijakan untuk mempreskripsikan metode yang optimal guna mencapai hasil belajar tertentu. Langkah-langkah mendesain pembelajaran menurut Degeng (1991) adalah (1) melakukan analisis tujuan dan karakteristik materi pembelajaran. (2) menganalisis sumber-sumber belajar (kendala). (3) melakukan analisis karakteristik siswa. (4) menetapkan tujuan belajar dan isi pembelajaran. (5) menetapkan strategi pengorganisasian isi pembelajaran. (6) menetapkan strategi penyampaian isi pembelajaran. (7) menetapkan strategi pengelolaan pembelajaran. (8) mengembangkan prosedur pengukuran hasil pembelajaran. Analisis karakteristik siswa dilakukan setelah perancang pembelajaran mengidentifikasi tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Juga ditunjukkan bahwa hasil analisis karakteristik siswa selanjutnya dijadikan pijakan kerja dalam memilih, menetapkan, dan mengembangkan strategi pengelolaan pembelajaran Dengan konteks seperti ini, menjadi semakin jelas perlunya dilakukan penelitian karakteristik siswa yang berkaitan dengan kefektifan pembelajaran agar dapat dipakai sebagai dasar bagi para ilmuwan dan teknolog pembelajaran serta para guru dalam mendesain program-program pembelajaran. Jika dalam menyampaikan materi pelajaran guru kurang memperhatikan karakteristik siswa dan ciri-ciri kepribadian siswa tidak dijadikan pijakan dalam pembelajaran, siswa akan mengalamai kesulitan memahami materi pelajaran. Mereka merasa bosan, bahkan timbul kebencian terhadap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru. Kondisi demikian sebagai penyebab rendahnya kualitas dan kuantitas proses serta hasil belajar yang telah diprogramkan. Upaya apa pun yang dipilih dan dilakukan oleh guru dan perancang pembelajaran jika tidak bertumpu pada karakteristik perseorangan siswa sebagai subjek belajar, maka pembelajaran yang dikembangkan tidak akan bermakna bagi siswa.

Karakteristik siswa yang dapat diidentifikasi sebagai faktor yang amat berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, kemampuan awal, gaya kognitif, gaya belajar, motivasi, dan faktor sosial-budaya. Informasi tentang tingkat perkembangan kecerdasan siswa amat diperlukan sebagai pijakan dalam memilih komponen-komponen dalam pembelajaran, seperti tujuan pembelajaran, materi, media, strategi pembelajaran, dan evaluasi. Dapat di simpulkan bahwa guru dituntut untuk dapat mengemas perencanaan dan pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa dengan baik, menyampaikan hal-hal yang ada di lingkungan sekitar kehidupan siswa sehari-hari, sehingga materi pelajaran yang dipelajari tidak abstrak dan lebih bermakna bagi anak.

Selain itu, siswa hendaknya diberi kesempatan untuk pro aktif dan mendapatkan pengalaman langsung baik secara individual maupun dalam kelompok. Berdasarkan uraian tentang pemahaman karakteristik siswa dalam pembelajaran di atas, serta melihat kondisi belum optimalnya hasil belajar siswa saat ini, tugas yang diemban para pendidik dan perancang di bidang pembelajaran sangat rumit karena harus berhadapan dengan sejumlah variabel kondisi yang berada di luar kontrolnya. Satu variabel yang sama sekali tidak dapat dimanipulasi oleh guru atau perancang pembelajaran adalah karakteristik siswa. Variabel ini mutlak harus dijadikan pijakan dalam memilih dan mengembangkan strategi pembelajaran yang optimal. Upaya apapun yang dipilih dan dilakukan oleh guru dan perancang pembelajaran harus bertumpu pada karakteristik perseorangan siswa sebagai subjek belajar

Baiklah hanya segitu dulu yang dapat saya sampaikan kurang lebih nya mohon maaf, Terima Kasih sahabat yang telah mengunjungi blog pribadi ku

W assalamu’alaikum Wr.Wb

Sabtu, 23 April 2022

Karakteristik Peserta Didik jenjang SMA/SMK


Laporan Bacaan Karakteristik Peserta Didik 4

 

Nama

: Herni Arinda Putri

Nim   

: 12001239

Fakultas/Prodi

:Tarbiyah Dan Ilmu keguruan/Pendidikan Agama Islam

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Blogger

Hai haii, Bagaimana kabar kalian pada hari ini? Ku harap baik-baik saja ya dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin ya rabbal a'alamin.

Baiklah kali ini aku akan melanjutkan pembahasanku pada blog minggu lalu yang berjudul Karakteristik Peserta didik tingkat atau jenjang sekolah Menengah pertama (SMP/MTS), lebih tepatnya laporan baca sih sahabat hehe... Pada kali ini aku akan membahas Karakteristik peserta didik jenjang Sekolah Menengah Atas atau peserta didik SMA/SMK terlebih dahulu, Apakah kalian tau karakteristik siswa/siswi SMA/SMK itu seperti apa? Yuk sahabat di simak pembahasanku dibawah ini....

Pasti ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Menengah atas ini yang perlu diketahui oleh para guru-guru atau pun calon pendidik seperti diriku hehe, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Menengah Atas.

Dalam memahami karakteristik peserta didik, merupakan sikap yang harus dimiliki dan dilakukan guru agar dapat mengetahui aspirasi / tuntutan peserta didik yang bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam penyusunan program yang tepat bagi peserta didik, sehingga kegiatan pembelajaran pun akan dapat memenuhi kebutuhan minat mereka dan tepat berdasarkan dengan perkembangan mereka. Beberapa dasar pertimbangan perlunya memahami karakteristik peserta didik adalah Dasar pertimbangan psikologis bahwa suatu kegiatan akan menarik dan berhasil apabila sesuai dengan minat, bakat, kemampuan, keinginan, dan tuntutan peserta didik dan Dasar pertimbangan sosiologi :bahwa secara naluri manusia akan merasa ikut serta memiliki dan aktif mengikuti kegiatan yang ada.

Karakteristik individual yang berbeda sehingga tiap individu sebagai kesatuan jasmani dan rohani mewujudkan dirinya secara utuh dalam keunikannya. Keunikan dan perbedaan individual itu oleh perbedaan faktor pembawaan dan lingkungan yang dimiliki oleh masing-masing individu.Perbedaan individu tersebut membawa implikasi imperatif terhadap seluruh layanan pendidikan untuk memperhatikan karakteristik peserta didik yang unik dan bervariasi tersebut.

Peserta didik yang berada pada tingkat menengah dikategorikan pada kelompok remaja. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa, dan merupakan masa transisi yang diarahkan kepada perkembangan masa dewasa yang sehat (Konopka dalam Pikunas, 2008; Kaczman dan Riva, 2005).

Ditilik dari segi usia, siswa SLTP (SMP dan MTS) dan SLTA termasuk fase atau masa remaja. Fase remaja merupakan salah satu periode dalam rentang kehidupan siswa. Menurut Konopka (Pikunas,  2008) fase ini meliputi:

·       Remaja awal: 12-15 tahun

·       Remaja madya: 15-18 tahun

·       Remaja akhir: 19-22 tahun.

Jika dilihat dari klasifikasi usia tersebut, maka siswa sekolah menengah termasuk ke dalam kategori awal dan madya. Karakteristik peserta didik yang akan di bicarakan dalam kegiatan ini adalah krakteristik yang berkaitan dengan aspek intelektual, aspek emosional, dan aspek spiritual.

Yang pertama Aspek intelektual merupakan kemampuan yang dibutuhkan untuk melakukan berbagai kegiatan aktifitas mental ( berfikir, menalar, dan memecahkan masalah). Sejalan dengan perkembangan fisik, berkembang pula kemampuan intelektual berpikirnya. Kalau pada usia Sekolah Dasar, kemampuan berpikir anak masih berkenaan dengan hal-hal yang konkrit atau berpikir konkrit, pada masa SMP (remaja awal) mulai berkembang kemampuan berpikir abstrak, pada masa SMA/SMK (remaja akhir) mampu membayangkan apa yang akan dialami bila terjadi suatu peristiwa umpamanya Krisis minyak, bagaimana proses pembuatan minyak, dan lain sebagainya. Remaja (SMA/SMK) telah mampu berpikir jauh melewati kehidupannya baik dalam dimensi ruang maupun waktu. Berpikir abstrak adalah berpikir tentang ide-ide, yang oleh Jean Piaget seorang ahli psikolog dari Swiss disebutnya sebagai berpikir formal operasional.

Berkembangnya kemampuan berpikir formal operasional pada remaja (SMA/SMK) ditandai dengan tiga hal penting. Pertama, peserta didik mulai mampu melihat (berpikir) tentang kemungkinan-kemungkinan. Kalau pada usia Sekolah Dasar peserta didik hanya mampu melihat kenyataan, maka pada usia remaja mereka telah mampu berpikir tentang kemungkinan-kemungkinan. Kedua, peserta didik telah mampu berpikir ilmiah. Remaja telah mampu mengikuti langkah-langkah berpikir ilmiah, dari mulai merumuskan masalah, membatasi masalah, menyusun hipotesis, mengumpulkan dan mengolah data sampai dengan menarik kesimpulan. Ketiga, remaja telah mampu memadukan ide-ide secara logis. Ide-ide atau pemikiran abstrak yang kompleks telah mampu dipadukan dalam suatu kesimpulan yang logis.

Secara umum kemampuan berpikir formal mengarahkan remaja kepada pemecahan masalah-masalah berpikir secara sistematik. Dalam kehidupan sehari-hari para remaja dan juga orang dewasa jarang menggunakan kemampuan berpikir formal, walaupun mereka sebenarnya mampu melaksanakannya. Mereka lebih banyak berbuat berdasarkan kebiasaan, perbuatan atau pemecahan rutin. Hal itu mungkin disebabkan karena tidak adanya atau kurangnya tantangan yang dihadapi atau dialami sebagai tantangan, atau orang tua, masyarakat dan guru tidak membiasakan remaja menghadapi tantangan tuntutan yang harus dipecahkan. Oleh karena itu, guru perlu mulai mendorong kemampuan berpikir, para peserta didik pada usia ini, tentang kemungkinan ke depan. Mengarahkan para peserta didik kepada pemikiran tentang pekerjaan yang tentunya pemikiran tersebut, disesuaikan dengan pertambahan usia. Para remaja muda (usia SMP) pemikiran tentang pekerjaan masih diwarnai oleh fantasinya, sedang para remaja dewasa (usia SMA) telah lebih realistik.

Pada usia Sekolah Dasar peserta didik sudah memiliki kemampuan mengingat informasi dan keterampilan memproses informasi tersebut. Dengan telah dikuasainya kemampuan berpikir formal, maka keterampilan memproses informasi ini berkembang lebih jauh. Keterampilan memproses informasi Ini pada masa remaja lebih cepat dan kuat, dan ini sangat memegang peranan penting dalam penyelesaikan tugas-tugas pembelajaran maupun pekerjaan. Sesuai dengan pelajaran dan tugas-tugas yang mereka hadapi, para remaja mempunyai keunggulan keterampilan, umpamanya mereka sudah mengerti dan dapat mengerjakan dengan benar bentuk tes objektif tanpa penjelasan guru, mereka telah mampu mencari hal-hal penting pada waktu membaca buku, mereka telah mempunyai minat terhadap hal-hal khusus umpamanya mata pelajaran atau bidang tertentu. Penguasaan keterampilan memproses informasi ini menyempurnakan atau membulatkan penampilan penguasaan kognitif mereka.

Perbedaan karakteristik dari masing-masing siswa, menyebabkan guru harus merencanakan proses pembelajaran yang hakikatnya diarahkan untuk membelajarkan siswa agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan, dengan demikian, maka siswa harus dijadikan pusat dari segala kegiatan. Artinya keputusan-keputusan yang diambil dalam perencanaan dan desain pembelajaran disesuaikan dengan kondisi siswa yang bersangkutan.

Yang kedua Aspek Emosional seperti telah diuraikan di atas masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13 tahun sampai 18 tahun, yaitu masa peserta didik duduk di bangku sekolah menengah. Karena berada pada masa peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja agak kabur, baik bagi dirinya maupun lingkungannya. Masa remaja merupakan puncak emosionalitas. Pertumbuhan organ-organ seksual mempengaruhi emosi atau perasaan baru yang belum dialami sebelumnya, seperti: rasa cinta, rindu dan keinginan untuk berkenalan lebih intim dengan lawan jenis.

Dan terakhir Aspek Spiritual merupakan Perkembangan kemampuan berpikir remaja mempengaruhi perkembangan pemikiran dan keyakinan tentang agama/spiritual. Kalau pada tahap usia Sekolah Dasar pemikiran agama ini bersifat dogmatis, masih dipengaruhi oleh pemikiran yang bersifat konkrit dan berkenaan dengan sekitar kehidupannya, maka pada masa remaja sudah berkembang lebih jauh, didasari pemikiran-pemikiran rasional, menyangkut hal-hal yang bersifat abstrak atau gaib dan meliputi hal-hal yang lebih luas. Remaja yang mendapatkan pendidikan agama yang intensif, bukan saja telah memiliki kebiasaan melaksanakan kegiatan peribadatan dan ritual agama, tetapi juga telah mendapatkan atau menemukan kepercayaan-kepercayaan khusus yang lebih khusus yang lebih mendalam yang membentuk keyakinannya dan menjadi pegangan dalam merespon terhadap masalah-masalah dalam kehidupannya. Keyakinan yang lebih luas dan mendalam ini, bukan hanya diyakini atas dasar pemikiran tetapi juga atas keimanan.

Baiklah hanya segitu dulu yang dapat saya sampaikan kurang lebih nya mohon maaf, Terima Kasih sahabat yang telah mengunjungi blog pribadi ku🌼🌼

W assalamu’alaikum Wr.Wb

 

 

 

Sabtu, 16 April 2022

Karakteristik Peserta Didik Jenjang SMP/MTS

Laporan Bacaan Karakteristik Peserta Didik 3

 

Nama

: Herni Arinda Putri

Nim   

: 12001239

Fakultas/Prodi

:Tarbiyah Dan Ilmu keguruan/Pendidikan Agama Islam

 

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Sahabat Blogger

Hai haii, Bagaimana kabar kalian pada hari ini? Ku harap baik-baik saja ya dan selalu dalam lindungan Allah SWT, Aamiin ya rabbal a'alamin.

Baiklah kali ini aku akan melanjutkan pembahasanku pada blog minggu lalu yang berjudul Karakteristik Peserta didik tingkat atau jenjang sekolah dasar (SD), lebih tepatnya laporan baca sih sahabat hehe... Pada kali ini aku akan membahas Karakteristik peserta didik jenjang Sekolah Menengah Pertama atau peserta didik SMP/MTS terlebih dahulu, Apakah kalian tau karakteristik siswa/siswi SMP/MTS itu seperti apa? Yuk sahabat di simak pembahasanku dibawah ini....

Pasti ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Menengah Pertama atau jenjang MTS ini yang perlu diketahui oleh para guru-guru atau pun calon pendidik seperti diriku hehe, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah Menengah Pertama/MTS tepat nya.

Siswa jenjang SMP/MTs secara ilmiah memiliki karakteristik yang sangat berbeda-beda disetiap siswa/siswi nya. Ragam karakteristik peserta didik mempengaruhi bagaimana hasil implementasi desain pembelajaran yang telah dirancang oleh pendidiK. Untuk itu, mengenal karakteristik peserta didik sangatlah penting dalam proses pembelajaran. Namun, karakteristik peserta didik secara umum dapat dilihat dari masa perkembangannya.

Peserta didik pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) termasuk kedalam kelompok remaja. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 22 tahun bagi pria (Mohamad Ali, 2012:9). Remaja berasal dari kata adolescence, berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya adalah tumbuh untuk mencapai kematangan yaitu mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Menurut Piaget dalam Mohamad Ali (2012:9) secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama, atau paling tidak sejajar.

Masa remaja sering disebut sebagai masa transisi perkembangan antara masa anak dan masa dewasa. Menurut Laurence Steinberg dalam Syamsul Yusuf, dkk (2012:78) ada tiga perubahan fundamental pada masa remaja yaitu sebagai berikut

a)     Biologis, seperti mulai matangnya alat reproduksi, tumbuhnya buah dada pada wanita, dan tumbuhnya kumis pada anak pria.

b)     Kognisi, yaitu kemapuan untuk memikirkan konsep-konsep yang abstrak (seperti persaudaraan, demokrasi, dan moral), dan mampu berfikir hipotesis (mampu memikirkan hal-hal yang mungkin terjadi berdasarkan pengalamannya).

c)     Sosial, yaitu perubahan dalam status sosial yang memungkinkan remaja (khususnya remaja akhir) masuk ke peran-peran atau aktivitas-aktivitas baru, seperti bekerja, atau menikah.

Untuk memahami masa remaja ini, ada beberapa paparan dari beberapa ahli (Syamsul Yusuf, 2012 :78) :

a)     Aristoteles, berpendapat bahwa aspek terpenting masa remaja adalah kemampuannya untuk memilih sebagai tanda kematangannya.

b)     J.J. Rousseau, berpendapat bahwa bahwa pada tahap 15-20 tahun, individu sudah matang emosinya, dan dapat mengubah selfishness (memerhatikn atau mementingkan diri sendiri) ke interest in other (memerhatikan orang lain).

c)     Margareth Mead, berpendapat bahwa hakikat dasar adolosens bukanlah biologis melainkan sosial budaya.

d)     Jacqueline Lerner dkk. Berpendapat bahwa remaja memiliki lima karakteristik positif, yaitu (a) Competence, remaja memiliki persepsi positif terhadap aspek sosial, akademik, fisik, karier, dan sebagainya; (b) Confidence, remaja memiliki keyakinan dan sikap positif; (c) Connectionce, remaja memiliki hubungan positif dengan orang lain seperti dengan keluarga, teman sebaya, guru, dan yang lainnya dalam kehidupan masyarakat; (d) Character, remaja memiliki sikap respek terhadap peranan sosial, memahami benar salah atau baik-buruk, dan memiliki integritas; dan (e) Caring/compassion, remaja menunjukan perhatian emosional terhadap oranglain, terutama pada saat mereka sedang berada dalam keadaan dukacita (distress).

Menurut Jean Jacdves Rovsseav perkembangan dan kapasitas kejiwaan manusia berlangsung dalam lima tahap (Baharudin, 2009 : 106) :

a)     Tahap masa bayi : sejak lahir-2tahhun. Tahap ini perkembangan pribadi didominasi oleh perasaan. Perasaan senang atau tidak senang menguasai anak bayi sehingga setiap perkembangan fungsi pribadi dan tingkah laku bayi sangat dipengaruhi oleh perasaannya. Perasaan ini tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi berkembang sebagai akibat dari adanya reaksi-reaksi bayi terhadap stimulasi lingkungannya.

b) Tahap perkembangan pada masa anak-anak: 2-12 tahun. Dalam tahap ini, perkembangan pribadi anak dimulai dengan makin berkembangnya fungsi-fungsi indra anak untuk mengadakan pengamatan. Perkembangan aspek kejiwaan anak pada masa ini sangat didominasi oleh pengamatannya.

c)     Tahap pada masa pra-adolosen: 12-15 tahun. Pada tahap ini, perkembangan fungsi penalaran itelektual pada anak sangat dominan. Dengan adanya pertumbuhan sistem syaraf serta fungsi pikirannya, anak mulai berfikir kritis dalam menanggapi sesuatu ide atau pengetahuan orang lain. dengan pikirannya yang berkembang, anak mulai belajar menemukan tujuan-tujuan serta keinginan-keinginan yang dianggap sesuai baginya untuk memperoleh kebahagiaan.

d)     Perkembangan masa adolosens: 15-20 tahun. Tahap perkembangan kualitas kehidupan manusia diwarnai oleh dorongan seksual yang kuat. Keadaan ini membuat orang mulai tertarik kepada orang lain yang berlainan jenis kelamin.

e) Tahap perkembangan diri: setelah umur 20 tahun. Tahap ini perkembangan fungsi kehendak mulai dominan. Orang mulai dapat membedakan adanya tiga macam tujuan pribadi, yaitu perumusan keinginan pribadi, keinginan kelompok, dan perumusan keinginan masyarakat. Realisasi setiap keinginan ini menggunakan fungsi penalaran sehingga orang dalam masa perkembangan ini mulai mampu melakukan self direction and self control. Dengan dua kemampuan ini, manusia tumbuh dan berkembang menuju kematangan untuk hidup berdiri sendiri dan bertanggung jawab.

Masa remaja sering disebut dengan masa mencari jati diri, karena masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa kehidupan orang dewasa (Mohamad Ali, 2012:16). Jika dilihat dari segi fisiknya masa remaja bukanlah anak-anak lagi, tetapi mereka juga belum bisa diperlakukan selayaknya orang dewasa, karena belum menunjukan sikap kedewasaannya.

Ada beberapa sikap yang sering ditunjukan oleh remaja yaitu sebagai berikut (Mohamad Ali, 2012:16-17):

1)     Kegelisahan. Pada masa remaja, mereka memiliki banyak sekali idealisme, anganangan atau keinginan yang hendak diwujudkan dimasa yang akan datang, akan tetapi mereka belum memiliki kemampuan sedemikian halnya orang dewasa.

2) Pertentangan. Masa remaja adalah masa mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis untuk melepaskan diri dari orang tua dan perasaan yang masih belum mampu untuk mandiri.

3) Mengkhayal, Salah satu cara untuk menyalurkan keinginan mereka yang tidak tersampaikan adalah dengan cara mengkhayal. ini dikarenakan untuk mewujudkan keinginan mereka diperlukan biaya yang banyak, oleh karena itu yang dapat mereka lakukan adalah mengkhayalnya.

4)  Aktivitas berkelompok. Beragam keinginan remaja seringkali tidak dapat terpenuhi karena bermacam-macam kendala, dan yang paling sering terjadi adalah kendala biaya dan larangan dari orang tua. Kebanyakan para remaja menemukan jalan keluar dengan cara mereka berkumul dengan rekan sebaya untuk melakukan kegiatan bersama.

5)  Keinginan Mencoba Segla Sesuat. Pada umumnya masa remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, karena didorong rasa ingin tahu yang tinggi maka mereka cenderung ingin mencoba hal-hal baru.

Selanjutnya, menurut john Amos Comenius perkembangan manusia terdiri dari 5 tahap (Baharuddin, 2009 : 108) :

a)     Enam tahun pertama, yaitu tahap perkembangan fungsi pengindraan yang memungkinkan anak mulai mengenal lingkungannnya;

b)     Tahap enam tahun kedua, yaitu tahap perkembangan fungsi ingatannya dan imajinasi individu yang memungkinkan anak mampu menggunakan fungsi intelektualnya dalam usaha mengenal dan menganalisis lingkungan;

c)     Tahap enam tahun ketinga, yaitu tahap perkembangan fungsi intelektualnya yang memungkinkan anak mampu mengevaluasi sifat-sifat serta menemukan hubungn-hubungan antar variabel di dalam lingkungannya;

d)     Tahap enam tahun keempat, yaitu tahap perkembangan fungsi kemampuan berdikari;

e)     Tahap kematangan pribadi.

Dari sekian banyak panjelasan yang telah disebutkan dapat ditarik kesimpulan bahwa, karakteristik individu pada masa usia remaja khususnya untuk peserta didik kelas VII SMP memang berbeda-beda satu sama lain. Namun, pada umumnya mereka memiliki karakter yang sama dari segi cara berfikir, emosional, perilaku, dan lain-lain. Karakter tersebut biasanya terbentuk karena tingkat kematangan mereka. Pada usia sekolah jenjang SMP kelas VII yaitu sekitar 12-13 tahun, anak sudah mulai berfikir abstrak. Artinya, mereka dapat membuat kesimpulan dalam kejadian-kejadian yang dialaminya.

Akan tetapi, mereka juga masih seperti anak-anak yang mesih menyukai dunia bermain, karena pada tahap perkembangannya mereka termasuk kedalam masa peralihan yaitu dari masa anak-anak menuju remaja awal. Oleh karena itu, multimedia yang dikembangkan memiliki sifat interaktif dengan menggunakan komputer sebagai media presentasinya dan memiliki tampilan dengan animasi yang membuat peserta didik tertarik dan tidak membosankan.

Mungkin hanya ini yang dapat aku sampaikan terkait karakteristik peserta didik di jenjang Sekolah Menengah Pertama/MTS ini, Terima kasih atas kunjungan kalian blog ku. Pada minggu selanjutnya aku akan melanjutkan pembahasan mengenai karakteristik peserta didik lagi atau bertema yang lain ni sahabat hehe.... Kunjungi terus ya blog ku akan ada hal yang menarik lainnya....

Mohon maaf jika terdapat salah kata baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Sekian dari saya selaku penulis Wassalamu’alaikum Wr. Wb

 

 

Sistem Evaluasi

Laporan Baca   Nama : Herni Arinda Putri Nim    : 12001239 Fakultas/Prodi : Tar...